Minggu, 26 April 2009

Balada Para Pengais Dollar



Ini adalah sekelumit cerita mengenai kisah para students di UQ yang mengisi waktu senggang-nya dengan bekerja mengumpulkan dollar. Cerita ini diungkapkan dengan gaya bahasa monolog, cerita berupa refleksi ini juga ditampilkan di UQISA NEWS:
Balada ParaPengais Dollar
Apakah benar pameo hujan dollar itu ya? begitulah pertanyaanku dalam hati sewaktu masih berada di padang gembala dekat kampungku. Kudengar juga cerita bekas penggembala yang telah sukses mendulang uang Real di Arab Saudi, Ringgit di Malaysia, Dollar, Yen atau entah mata uang lain di negeri orang. Berangan-angan sambil merenung di padang ilalang menggembalakan kerbau, aku bertanya kembali akankah aku bisa seperti mereka.
Kali pertama menjejakkan kaki di tanah Australia yang gersang ini, aku belum sempat berpikir untuk menjadi pengais dollar. Tujuanku adalah untuk menuntut ilmu, dan tekatku untuk membawanya. Akan kukatakan pada orang di tanah air ada sesuatu yang baru dan marilah ikut caraku.

Waktu berlalu sudah, suka dan duka datang silih berganti, sampai akhirnya tiba kuputuskan untuk menjalani kehidupan lain dari seorang pelajar tulen menjadi seorang pelajar dan pekerja. Berawalah kehidupanku sebagai pasukan pembersih (cleaning service) di Brisbane. Ketika malam menjelang, ketika mata orang-orang sudah mulai layu digelayuti oleh rasa kantuk, aku sudah siap berangkat kerja sambil menyusuri jalan lapang dan menghirup udara dingin tak berpolusi. Kupakai baju kebesaranku, memang benar kebesaran karena ukurannya untuk orang bule. Sampai di tempat, dengan penuh semangat kusambar segera mesin vacuum cleaning dan peralatan pembersih WC. Kadang aku menghela nafas sambil berkata “Hi-hi kotor sekali tempat ini.” Tak tega rasanya melakukan ini semua, tetapi semua menjadi sirna karena demi istri dan anak di rumah.

Hanya suara deru vakum serta celoteh sesama pekerja yang aku dengar. Sayup-sayup kudengar kata-kata supervisor yang sampai sekarang masih tidak aku mengerti jelas. Ucapannya hanya terdengar seperti orang berguman. Ketika rasa kantuk datang kuhitung kembali beberapa meter lantai yang sudah kubersihkan dan beberapa ruangan yang telah ku rambah. Sekejap kunikmati sejuknya air mineral dan hangatnya roti panggang bekalku, wuih serasa nikmat sekali di kerongkongan. Selesai dengan pekerjaan kulepaskan penat di kasur sebelum memulai lagi untuk membuka buku pelajaranku di pagi hari. Aku hanya menunggu beberapa pagi lagi untuk dapat menimang gemilar dollar dalam rekeningku.

Menjadi pengantar brosur iklan (junkmailer) juga menjadi bagian ceritaku. Di sore hari, di sela-sela sesi belajar yang padat, kulipat lembar demi lembar katalog. Kuhitung sen demi sen dollar yang akan aku dapat. Walau telah berpeluh lelah, kuhitung kembali berapa lagi yang harus aku lipat. Setiap tetes keringat musim panas berharga dua sen. Memang sangat kecil tetapi setelah sekian menit akan berubah menjadi koin emas berangka 2, dan angka-angka itu terus bertambah dengan deretan nol di belakangnya seiring perjalanan waktu.

Sore hari berikutnya, menjelang anak-anak bercanda riang, kususuri jalan dan kumasukkan satu demi satu lipatan katalog ke kotak pos tanpa tulisan “no junkmail.’. Tidak mudah menjadi junkmailer, kadang aku harus berlari karena ada gonggongan anjing. Kadang aku gemas mendengar kata “No Thank You” dan berderet-deret rumah bertuliskan no junk mail. Kadang pula aku harus berebut kotak pos dengan anak dari broker lain. Tetapi ada hal yang selalu aku rindukan, setiap dua pekan si broker berambut keriting akan mengirim dollar untukku, asyik.
Menjadi pelayan toko juga kulakukan. Sering aku harus berucap“How are You” dan “How are you going mate” di barisan depan toko yang lumayan besar. Senyum harus dipasang ramah dan rambut harus tersisir rapih. Kata-kata lain yang terucap dari bibirku “Thank you” ketika para pembeli berlalu di hadapanku. Mesin dengan layar yang dominan dengan angka dan scan dengan cahaya biru selalu menjadi teman hari-hariku.

Dan terakhir tibalah perjalananku untuk menjadi sang pengais dolar di sebuah restoran. Berpanas-panas dengan kompor dan bergelut dengan waktu yang seakan sangat cepat berlalu. Mengiris lembaran hijau sayuran, menggoreng bahan-bahan mentah adalah salah satu rutinitas pekerjaan. Sementara itu di barisan depan, sang penyalur menu mulai beraksi mempersilakan tamu untuk menikmati hasil karya kita di barisan belakang yang kadang bercampur peluh.
Demikian kisah pengais dollar di Brisbane. Di sela-sela buku-buku pelajaran masih tersimpan waktu yang berharga untuk menjemput dollar di negeri orang, meskipun kadang berpeluh ria.

Kuliah di Australia, keren nggak ya?

Wah keren ya….. bisa kuliah di luar negeri? Tunggu dulu sobat…. Memangnya kuliahnya dimana?
Kuliah di luar negeri tentunya dambaan menjadi bagi kita semua. Tak terkecuali jika bisa kuliah di salah satu perguruan tinggi di Australia. Namun, apakah jika kuliah di perguruan tinggi di Australia terus bisa dibilang keren? Jawabnya nggak juga. Pandangan secara umum bahwa semua universitas di Australia bermutu bagus tidak benar. Diantara puluhan perguruan tinggi di Australia hanya beberapa yang memiliki kualitas yang yahuud.

Kalau dilihat dari fasilitas di kampus, rata-rata memang mereka jauh lebih maju daripada perguruan tinggi di Indonesia. Sebut saja misalnya fasilitas IT, perpustakaan dan prasarana kuliah, mereka dua tiga langkah lebih maju daripada Indonesia. Namun kita tentunya nggak mau yang biasa-biasa khan. Sekalian kalau mau kuliah di luar negeri kita pastinya juga harus mempertimbangkan kualitas universitasnya.

Mengidentifikasi baik buruknya universitas mudah…..lihat saja dari saringan masuknya. Persis sama dengan yang ada di tanah air. Jika mereka mempersyaratkan nilai bahasa (IELTS) dan Indeks Prestasi yang tinggi maka bisa dijamin universitas tersebut mutunya bagus. Jika kita ingin yang terbaik maka mending sekalian basah saja…… maksudnya kita harus konsekwen dengan proses akademis secara ketat dan menuntut kita untuk bekerja extra keras. Namun kita juga harus secara spesifik lagi karena beberapa perguruan tinggi sangat kuat dalam beberapa program studinya, sebut saja misalnya untuk jurusan Economic dan studi Asia Pacific di ANU, Engineering di UNSW, Kedokteran di Melbourne dan UQ, Jurusan law di Melbourne, Agriculture di UQ, dan Bisnis di Monash.

Seperti layaknya di tanah air, selain ada universitas yang bagus ada juga perguruan tinggi di sini yang menerima semua lulusan siswa dari sekolah menengah tanpa embel-embel apapun. Perguruan tinggi ini bisa kita masukin meski nilai IELTS kita maupun IP kita kurang bagus, asalkan kita mampu bayar. Untuk universitas yang bagus biasanya mensyaratkan standar masuk yang lebih tinggi. Oleh karenanya para lulusan terbaik dari sekolah menengah masuknya ke perguruan-perguruan tinggi ini.

Sekedar untuk pengetahuan kita bersama bahwa perguruan tinggi di Australia yang terkemuka dan memiliki kualitas bagus itu kebetulan tergabung dalam group eight (G8), Suatu istilah yang pada mulanya untuk menyebut group lobby berupa networknya para rektor (vice-chancellor) di beberapa perguruan tinggi pada tahun 1994. Istilah ini kemudian melembaga pada tahun 1999.
Nah, biasanya perguruan tinggi yang tergabung dalam G8 inilah yang biasa dapat funding research dari pemerintah maupun lembaga-lembaga donor lainnya. Oleh karena itu wajar saja jika perguruan tinggi di G8 ini memiliki fasilitas research yang luar biasa canggih.
Uniknya G8 sealu identik dengan sandstone, kecuali ANU, UNSW dan Monash. Sandstone adalah jenis dinding dari batu pasir berwarna putih dan semi brown yang biasa menghiasi bangunan kampus.
Daftar G8 berdasarkan ranking di Australia tahun 2007 (plus tahun berdirinya):
Australian National University, 1946
University of Melbourne, 1853
University of Sydney, 1850
University of Queensland, 1909
University of New South Wales, 1949
Monash University, 1958
University of Western Australia, 1911
University of Adelaide, 1874
So bagi yang mau kuliah di luar negeri, pertimbangkan masak-masak daftar di atas. Kalau mau perguruan tinggi yang berkualitas dan anda merasa mampu dari segi akademik dan sanggup menjalani proses yang ketat di dalam maka nggak ada salahnya memilih satu dari delapan di daftar di atas. Keuntungannya yang pasti adalah kita akan direcognize oleh calon employer karena kita kuliah di tempat yang bergengsi tinggi.

Pengalaman Kuliah di Australia

Oleh:Mohammad Soleh Nurzaman

Australia saat ini menjadi salah satu negara tujuan belajar yang paling diminati pelajar Indonesia. Informasi dari Kedubes RI di Australia menunjukkan lebih dari 20.000 mahasiswa Indonesia belajar di Negeri Kangguru setiap tahun. Jumlah itu terus bertambah. Selain karena lokasinya yang terletak dekat dengan Indonesia, faktor yang menganggap Australia merupakan negara ‘Barat’ yang biasanya dianggap lebih maju dan mempunyai kelebihan dalam hal pendidikan seperti Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, juga menjadi alasan utama. Jika indikatornya adalah peringkat universitas terbaik dunia, beberapa institusi pendidikan tinggi Australia membuktikan hal tersebut. Survei tahunan Time Higher Education Survey dan http://www.topuniversities.com/ menunjukkan beberapa kampus di Australia seperti Australian National University (ANU) dan University of Melbourne selalu ada di peringkat 20 besar dunia.

Biaya Kuliah dan Biaya Hidup
Biaya kuliah untuk program pascasarjana (S2 – S3) di Australia relatif tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lain. Sebagai contoh di ANU yang terletak di Canberra, biaya kuliah per mata kuliah adalah AU$ 2,750. Sehingga untuk menamatkan program master di Australia, setiap mahasiswa membutuhkan sedikitnya AU$ 22,000 (sekitar Rp 165 juta). Itupun jika dapat langsung ke program master, karena banyak program studi yang mengharuskan siswa international mengambil program penyetaraan elama 6 – 18 bulan (tergantung hasil nilai per semester), sebelum dapat melanjutkan ke tingkat master.
Pemerintah Australia melalui Australian Agency for International Development (AusAID) menyelenggarakan program beasiswa Australian Development Scholarships setiap tahunnya. Beasiswa ini secara rutin memberikan kesempatan kepada sekitar 300 kandidat master dan doktor dari Indonesia untuk kuliah di Australia. Selain itu, pemerintah Australia juga memberikan beasiswa Australian Leadership Award. Beasiswa ini lebih kompetitif karena tidak ditujukan langsung ke Indonesia, tapi ke regional Asia- Pasifik. Karena itu kita harus bersaing dengan calon kandidat se-Asia Pasifik untuk mendapatkan beasiswa ini.
Selain biaya kuliah, hal yang harus dipertimbangkan ketika memutuskan kuliah di Australia adalah biaya hidup. Biaya hidup standar yang direkomendasikan pemerintah Australia untuk seluruh negara bagian berkisar antara AU$ 18,000 sampai AU$ 20,663 per tahun untuk setiap orang. Sydney, Melbourne, dan Canberra adalah yang paling tinggi biaya hidupnya. Sedangkan Darwin dan Brisbane adalah beberapa kota yang relatif paling murah.
Komponen pengeluaran terbesar dari biaya hidup adalah untuk akomodasi, dimana besarnya sangat bergantung pada beberapa faktor. Yang pertama, apakah sang mahasiswa berangkat dengan keluarga atau tidak. Jika dengan keluarga, berapa jumlah anggota keluarganya. Jika seorang diri, apakah akan tinggal di dalam atau di luar kampus. Hal ini cukup penting untuk dipertimbangkan karena sewa di dalam kampus biasanya lebih mahal dibandingkan dengan sewa rumah di luar lingkungan kampus.

Sebagai contoh, untuk mereka yang kuliah di wilayah Australian Capital Territoy (ACT – Canberra) di wilayah dekat ANU, sewa tempat tinggal flat di luar lingkungan kampus dengan satu kamar antara A$ 800-1.000 per bulan atau sekitar Rp 6 – 7,5 juta dengan kurs Rp 7.500/A$. Sementara tempat tinggal di dalam kampus untuk single berkisar antara AU$ 600 - 800. Lazimnya, sewa diperhitungkan per pekan.
Sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari terutama makan dan minum sangat tergantung pada gaya hidup. Biaya akan dapat ditekan bila kita memasak makanan sendiri. Selain juga bisa lebih murah, hal ini juga menjadi solusi untuk makanan halal. Berdasarkan pengalaman, bila kita memasak sendiri, biaya akan dapat ditekan sekitar 50%. Misalkan, bila pengeluaran makanan per minggu, sesuai standar hidup minimum pemerintah lokal Canberra, adalah AU$100, maka dengan memasak sendiri, biaya yang dikeluarkan menjadi sekitar AU$50.

Aktivitas Kampus
Salah satu tempat paling menarik di lingkungan kampus adalah perpustakaan. Perpustakaan di sini bermakna fisik dan non-fisik (online). Perpustakaan online memberi nilai tambah yang sangat tinggi ketika kuliah di Australia. Perpustakaan yang terhubung secara online, memberikan kemudahan yang dapat mendukung kegiatan akademis terutama pencarian sumber referensi belajar yang dibutuhkan dan juga kegiatan non-akademis.
Di ANU, hampir seluruh lingkungan kampus telah terhubung internet. Mahasiswa dapat mengakses internet bahkan dari kamar asrama kampus secara gratis menggunakan fasilitas wireless melalui sambungan internet. Mahasiswa dapat men-download ratusan ribu jurnal online secara gratis yang di-update secara rutin oleh pihak perpustakaan kampus. Pendaftaran mata kuliah setiap semester, adanya ruang “chatting” untuk setiap mata kuliah, pengumpulan tugas, hingga jual-beli barang, semuanya dipermudah melalui perpustakaan online yang akses internetnya disediakan secara cuma-cuma oleh pihak kampus.
Selain surfing di perpustakaan, aktivitas menarik lainnya ketika kuliah di Australia adalah seminar akademis yang rutin dilakukan di luar kuliah. Seminar akademis ini diberikan para kandidat doktor, dosen kampus dan dosen tamu. Bagi mahasiswa Indonesia yang kuliah di ANU, mereka dapat bergabung ke komunitas Indonesia Project yang setiap beberapa minggu mengadakan seminar untuk membahas isu-isu Indonesia, terutama di bidang pembangunan sosial dan ekonomi.

Aktivitas Eksternal
Sebagai mahasiswa tentunya kegiatan yang dilakukan tidak cukup bila hanya terkait dengan kegiatan kampus saja, apalagi bagi mereka yang dulu ketika kuliah di Indonesia terkenal sebagai aktivis kampus. Di Australia, mahasiswa Indonesia yang ingin aktif di organisasi mahasiswa dapat bergabung di organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) sebagai sarana untuk aktualisasi diri. Mahasiswa Indonesia melalui organisasi ini dapat melakukan kegiatan sosial, ekonomi, olahraga, hiburan, maupun politik.

Sedangkan untuk kegiatan Islami, mahasiswa Indonesia di Australia biasanya mendirikan semacam kelompok pengajian sebagai sarana untuk menyeimbangkan kegiatan jasmani dan rohani. Di ANU, kegiatan keislaman mahasiswa Indonesia terbagi menjadi dua kegiatan utama, yaitu Pengajian Permata yang khusus dilakukan setiap bulan dan Taman Pendidikan Al-Qur’an yang rutin dilakukan setiap pekan pada hari Ahad.
Selain beraktivitas organisasi, mahasiswa Indonesia di Australia dapat mencari kerja part-time yang peluangnya sangat besar dan memberikan penghasilan yang lumayan besar. Apalagi bagi mereka yang berkeluarga, kerja part-time menjadi sangat membantu untuk menopang kebutuhan hidup di Australia. Bidang kerja yang dijalani kebanyakan bersifat klerikal, seperti teller di supermarket, cleaner, kitchen hand, dan house keeping. Pilihan kerja harus mempertimbangkan beban kuliah dan waktu senggang yang ada.

*) Alumni PPSDMS Angkatan 1 Regional 1 Jakarta,
Mahasiswa Master of International and Development Economics,
Australian National University

Rabu, 22 April 2009

So here is my "Imaginasi yang tertuliskan"

at least 3.3 (2010)
Master Scolarship, O&G Comp. - Vi or Bal (saloon)

In Novel

Finding...x

Es x Four

Home studio

Go there..