Rabu, 25 Februari 2009

Tour to Vietname

Sore guys...
beberapa jam lalu saya terima sms dari cherry, teman satu kampus yang berasal dari Vietnam

Hi, u are working in company. How can u resign it for 1 week or 10 days to go to Vietname?

Hmm...gini ceritanya. Beberapa minggu yang lalu cherry lagi nyari orang indo untuk bisa nemenin dia ngeguidin turis lokal yang ingin berlibur ke kampungnya di Vietnam sana. Dengan semangat overload saya ngajuin diri agar bisa ikut dan terpilih, sehingga disuatu sore terjadilah interview dan perkenalan pertama antara saya dan dia. Dia yang notabene still twenty terkesan sangat enerjik dan cerdas menurut saya. Pertamanya dia sedikit kaget mengetahui saya sudah punya main job, tapi saya yakinkan bahwa it doesn't matter. "I love travelling and really wanna join in!", begitu ucap saya menggebu gebu.
Setelah itu komunikasi kita tetap terjalin walau hanya lewat sms dan instant messaging. Ok balik ke sms diatas, saya jawab apa adanya aja


My company gives long holiday (2 weeks) twice a year. They 're on Idul Fitri and Xmas. May be u have travel schedule on those holidays?


Mungkin terkesan maksain mengingat loading kerjaan saya saat ini yang tergolong tinggi. Mungkin acara weekend saya ke depan hanya akan diisi dengan aktifitas didepan komputer. Sabtu minggu masuk!! Sisi positifnya buat banyakin tabungan dan nambah ilmu (saya mulai dihadapkan dengan ERP), tapi sisi negatifnya jadwal touring dan kumpul keluarga pastinya akan berkurang. Tapi tidak apa, selama masih muda.
Well mungkin Cherry tau kalau saya memang lagi dibutuhin perusahaan saat ini...ehmm...sehingga membuatnya mengirimkan sms balik seperti ini


Actually u are very good and I need a person like you. But I'm sorry I cannot choose u. My tour will reflect ur work in company


Istirja' pastinya. Sedih emang. Untuk tour pertama sebenarnya tidak ada gaji, tapi kita akan dapat tiket, hotel, dan lainnya secara free. Kapan lagi ke LN bisa gratisss?? Dengan melapangkan dada dan berpikir lebih dewasa, saya terima penolakan ini dengan kesedihan tentunya

It's ok Chey, I appreciate ur reason.Am happy being ur friend. Have a great tour then :)

Dan sekarang waktunya kuliahhh...buang semua kesedihan, masih ada kesempatan lain pastinya, Ms. Sandy dah nungguinn...TA-TA

Tawaran penerbit

Pagi ini ketika mengecek e-mail yang masuk ke spam folder, saya menemukan email (yang menurut saya bukan spam) seperti berikut:
================================================

Mas/Mbak Genta Sahuri (Mas atau Mbak Ya?),

Salam kenal, Nama saya W******, Owner TokoEbook.biz dan TokoEbook.com. Selamat atas keberhasilanya menulis novel pertama.

Saya menawarkan untuk menerbitkan novel Anda dalam bentuk ebook. Dan nantinya akan dijual di TokoEbook.biz atau TokoEBook.com Saya menawarkan bagi hasil sebesar 50% dari setiap penjualan. Syarat-syaratnya bisa dilihat di www.tokoebook.biz.

Senang bila kita bisa saling sharing, berinteraksi lebih lanjut.

Thank's & Rgds,

W******

Founder Milis PenulisEbook ( PenulisEbook@yahoogroups.com )
Owner http://tokoebook.biz (Toko Online Ebook Indonesia)
Owner http://duniaebook.wordpress.com (Ebook Dunia Masa Depan)
================================================

Bagi saya ini salah satu bentuk apresiasi publik terhadap karya saya, terima kasih. Semoga tawaran ini bisa jadi pemicu bagi saya untuk lebih kreatif dan menarik dalam menuangkan imajinasi saya selama ini.
Oh ya mas, jangan panggil saya mba....eike kan cowoxx hihihihi. Salam kenal dari saya, semoga perkenalan ini bisa menjadi proses yang bersinergi untuk interaksi berikutnya.
Wassalam

Senin, 23 Februari 2009

Bab 4

Ini bab 4 nya. Bab 1 ada disini
---------------------
“Wanay, kita keliling Kota Bunga bentar yuk”

Tawaran Viona belum sempat saya tanggapi ketika tangannya meraih lengan jaket kulit saya untuk disuruh mengendarai motornya, dengan sang Lady duduk dibelakang.

“Gua masih capek na, ntar aja gimana?”

“Udah biar gua pijitin dari belakang”
Keras kepalanya tak mampu mendengar letihku. Selang beberapa menit dari villa Bro UU kami sudah sampai di salah satu kawasan perumahan elite di puncak, Kota Bunga. Beragam hunian dengan gaya arsitektur majemuk seakan menjanjikan ketenangan jiwa insan yang berada disana. Semua serba mewah dan wah. Sambil melepas helm full facenya, membiarkan rambut lurusnya dengan liar menari mengikuti hembusan angin, Viona riang menyanyikan lagu Jordin Sparks yang sangat digilainya, No air. Hembusan angin dingin puncak terasa lembut ketika jaket kulit memberikan perlindungan ekstra terhadap kulit saya yang tidak begitu tebal, beda dengan bang Jopie yang berbadan gempal. Memasuki gerbang utama, salah seorang security Kota Bunga meminta kami menunjukkan kartu identitas. KTP Viona terpaksa ditinggal dulu sebagai jaminan supaya kami bisa dengan bebas masuk dan menikmati perpaduan arsitektur alam dan manusia. Bisa dibilang sempurna.

Little Venice menjanjikan nuansa Venesia yang terkenal dengan sungai sungai yang menyatu dengan kota dan juga berfungsi sebagai jalur lalu lintas utama. Viona ngotot minta ditemani mencoba perahu kecil yang memang untuk disewakan.

“Wanay yang baik, kita naik perahu bentar yuk?”Erang nya manja. Sumpah saya tidak bisa menolak karena saya juga ingin mencoba. Sensasi berada disalah satu negara Eropa benar benar terasa ketika kami mengarungi sungai sungai buatannya. Saya jadi teringat suasana di film “The Italian Job” ketika terjadi kejar kejaran antara polisi Venesia dengan segerombolan pencuri menggunakan motor boat. Kegirangan Viona menikmati alam membuat saya turut larut dalam suasana ini.

“Nay lagi dimana?” tanya bang Jopie di telepon. Sempat muncul sedikit keraguan untuk berterus terang mengingat sebelum berangkat kami tidak menitip pesan pada siapapun. Viona tampak berpikir keras menemukan alasan yang tepat.

“Lagi nemenin Viona nyari pom bensin bang, tangkinya dah mau kosong”

“O ya, gua kira lo masih ketinggalan di Kalimalang hahaa. Santai aja bro, kita memang lagi ada acara bebas, tapi ntar malam harus sudah pada ngumpul jam setengah delapan. Kalau telat siap siap aja lo push up”

“Thank’s bang, tenang aja”

Viona cekikikan mendengar alasan klasik yang saya berikan. Jadilah hari ini kami nikmati dengan tanpa beban sedikitpun. Selesai berpuas puas mengeksplorasi miniatur Venesia, karena hari sudah mulai sore kami berinisiatif untuk mengelilingi Kota Bunga sambil menceritakan mimpi masing masing.

“Gua pengen nanti punya villa disini na, ga usah yang mewah mewah. Yang penting bisa buat kumpul dengan anak dan istri di akhir pekan”.
Karena helm yang kami gunakan dihubungkan dengan sebuah kabel menuju sebuah microphone kecil yang masing masing menempel persis didepan mulut, dilengkapi dengan sepasang earphone mungil yang terpasang disisi kiri-kanan helm, lagi lagi hasil kreatifitas kami berdua tiga bulan lalu, sehingga percakapan yang dilakukan bisa dengan lancar tanpa harus menganggu konsentrasi berkendara.

“Keren juga lo dah mikir sampai ke keluarga segala. Gua aja lom ngebayangin gimana kalau dah jadi istri orang dan punya anak, huhhh”

“Kalau gua kan cowok na! Gimana juga gua adalah pemimpin buat anak istri nantinya, siap atau tidak, bersedia atau tidak. Kalau lo sebagai cewek boleh boleh aja sih mikir kayak gitu, tapi jangan terlalu memandang cuek. Ngomong ngomong lo masih betah aja ‘ngejomblo. Kalo ga salah dah hampir lima bulan kan sejak lo putus ama Ricky?”

Ricky adalah tipe cowok protektif dan posesive yang tidak mau Viona aktif dalam klub motor. Teman satu kampusnya itu hanya diberi waktu satu bulan bersama Viona setelah akhirnya diputuskannya. Setelah putus, Viona buru buru kekosan saya dan menumpahkan tangisnya seperti anak kecil yang baru nyadar kalau permen lolipopnya yang baru dua hisapan jatuh ke tanah. Cewek terkadang aneh, walau untuk sekelas Viona yang tomboy ini. Dia yang minta putus, dia juga yang nangis, bukannya untuk putus adalah keinginannya sendiri? Tak tau lah.

“Oh iya ya dah lima bulan, ga pernah kepikiran lagi sih. Saat ini gua sangat nyaman dengan dunia brotherhood dan pertemanan yang tidak ada batasannya. Anak anak CISCO mengerti gua yang kadang suka berlaku seenaknya, malah kadang suka bertingkah kayak anak kecil. Kalau ada manusia yang bisa mengkombinasikan formula persahabatan dalam percintaan menjadi satu ramuan yang kental, gua jamin tuh pasangan akan awet selamanya. Gimana menurut lo, mister filsuf yang kadang suka berfilosofi ga jelas?”

“Cinta dan sahabat menurut gua adalah sesuatu yang coherence. Bisa dibilang kebanyakan cinta diawali dari persahabatan. Bagi gua seyogyanya terlebih dahulu seorang pasangan harus memandang pasangannya sebagai seorang partner, seorang mitra sejati yang bisa dijadikan tempat berbagi dan bercerita. Jika pandangan itu sudah tertanam, barulah cinta mengalir dan menyirami sehingga mereka bisa hidup dan menghidupi dengan kekentalan cinta yang lo maksud tadi. Bener na, kombinasi formula persahabatan yang ditanam didalam cinta”

“Kabar calon istri lo gimana sekarang, apa dia dah punya cowok lagi?”

Pertanyaan spontan Viona kembali memaksa ingatan saya terhadap Keke, perempuan feminis berkerudung yang sebelumnya sempat mengisi ruang kosong hati saya setelah akhirnya ruang itu dia hancurkan sehingga menyisakan kehampaan dan kehambaran, pahit. Viona adalah salah satu sahabat yang menjadi tempat saya menumpahkan kesedihan atas kegagalan rencana hidup berumah tangga yang sudah kami rancang sebelumnya.

“Ga tau na, gua dah lupa ama dia”

“Ga usah segitunya kalee”

“Untuk saat ini gua mau konsen ama impian impian gua dulu. Tapi kalau gua kebanyakan mimpi lo bantu bangunin gua ya hehehe”

“Kebanyakan mimpi sih lo hahaha, ngebut dikit napa”

Spontan saya tarik gas yang membuat Viona sedikit terjungkal sehingga punggungnya terpental ke box GIVI tipe 45 yang terpasang kokoh dibelakang. Tanpa ampun jemarinya meremas pinggang saya hingga membuat laju motor seakan tak terkendalikan.

“Sialan lo ngerjain gua!!!”

“Ampun naaa…ampuuuuunn. Sakit tau!!”

Sembari mengibaskan jemari Viona yang nyaris merontokkan tulang pinggang saya, reflektif jemarinya saya genggam dan lingkarkan dipinggang saya, terasa hangat dan erat. Viona hanya terdiam dan manut aja. Kami sempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dikejutkan oleh iring iringan motor secara zig zag yang sempat membuat saya kaget dan terbangun dari mimpi. Mimpi siang bolong di Kota Bunga

“Nyari pom bensin kok malah ke Kota Bunga” teriak bang Jopie yang kebetulan juga sedang roolling thunder bersama bro Fanny, bro Budi, bro Somad dan bro Ino.

Dari spion kiri sempat saya perhatikan wajah Viona yang merona merah disertai gelagat yang salah tingkah. Untuk menetralkan suasana saya pancing bang Jopie untuk ber free style ria.
“Pegangan na!" Suuttt.
Ban depan terangkat setinggi 50 cm dan tubuh saya pada posisi sedikit jongkok. Viona yang sudah siap dan terbiasa dengan free style kesukaan saya ini langsung menginjak jok belakang sambil berpegangan pada kedua bahu saya sehingga kami berdua berdiri dengan hanya bertumpu pada ban belakang.

“Berani ga bro, medan bagus sayang ni kalau cuma dianggurin”

Bro Fanny yang memang paling lihai memainkan roda depannya langsung unjuk gigi. Stang trail keluaran Renthal diputar kekiri ketika roda depan sudah naik membentuk sudut 90 derajat dengan aspal. Kaki kanannya dipindah ke sisi kiri sehingga keseluruhan tubuhnya hanya bertumpu pada step sebelah kiri. Terus terang untuk mampu lulus dengan gaya seperti ini, bro Fanny mesti mengorbankan sepasang sign depan dan siku mulusnya sebagai tumbal.
Bang Jopie menarik tuas gas tanpa ampun pada posisi persneling 2 dan menimbulkan vibrasi pada kedua step ketika jarum rpm menyentuh angka 10 ribu, torsi maksimal. Di kecepatan 70 km/jam, 10 meter didepan kami, bang Jopie menghentikan laju kendaraannya melalui cakram depan secara spontan. Kontan ban batlax ukuran 150/70 yang melilit roda bagian belakang dengan malas malasan terangkat, atau tidak kelihatan terangkat. Gaya gravitasi mengalahkan gaya dorong karena massa benda terlalu besar. Kami hanya tertawa menyaksikan sang ketua gagal memberikan contoh ber free style pada anggotanya.
Beberapa jam kemudian kami terpaksa harus meninggalkan Kota Bunga secara paksa ketika salah seorang petugas mendatangi kami untuk menghentikan keributan yang kami buat. Untung KTP Viona bisa diambil dan kami lansgung melaju kebawah, menuju villa yang akan menjadi saksi pengambilan keputusan rapat koordinasi malam ini. Keputusan yang bisa membawa anggota CISCO terjebak dalam bahaya.

Minggu, 22 Februari 2009

Bab 1

Ini bab pertama dari novel yang sedang saya kerjakan. Mohon sumbangsih saran dan pendapat dari rekans, thanks!
-----------------------------

Suasana sore di bengkel Pedro terusik dengan lalu-lalang kendaraan yang silih berganti, mulai dari truk pengangkut pasir, forklift, berbagai tipe gerobak dorong, kendaraan pribadi dan angkutan umum. Tak satupun suara binatang sore terdengar membahana, mungkin mereka sudah capek berteriak menyaksikan revolusi alam yang telah menghancurkan setiap sisi kehidupan. Cikarang saat ini memang sangat berbeda dengan Cikarang beberapa tahun lalu. Kepulan asap hitam dari cerobong pabrik Pertamina, kira kira dua kilometer dari tempat saya duduk, terlihat bagaikan jari jemari yang siap mengoyak segerombolan awan kelabu diangkasa, menambah kekentalan cumulus yang juga sudah tercemari oleh ribuan sisa proses produksi dari pabrik disekitar. Pekikan cutting wheel yang dari tadi pagi tak diistirahatkan Pedro memaksa dialog berulang dari setiap pembicaraan. Mungkin cuma aliran sungai Kalimalang yang tenang yang bisa menetralkan suasana sore ini. Itupun setelah dirusak oleh bangunan liar yang tumbuh subur bak cendawan tuna dimusim penghujan yang rata rata dihuni para perantau keras dari tanah Madura dengan tingkat keuletan bekerja yang patut diacungi jempol. Tak heran disetiap garasi rumah mereka, atau lebih cocok dibilang gudang rongsokan, terpajang mobil mobil Eropa dan Amerika keluaran terbaru. Mereka bisa mendirikan bangunan liar nan megah tanpa harus repot repot mengurus IMB atau dengan santainya menggunakan arus listrik tanpa melalui prosedur instalasi semestinya.


Sudah hampir satu jam saya duduk disini, menyaksikan seliweran kendaraan yang lewat, tapi Scorpio Viona belum juga keliatan. Kadang saya merasa bete kalau bikin janji dengan cewek tomboy yang keras kepala seperti dia, dan sekarang bukanlah janji karetnya yang pertama atau kedua. Seminggu yang lalu dia ngotot mau minjam notebook saya untuk dipakai diacara seminar akhirnya, maklum sekarang dia sedang di semester akhir jurusan Teknik Industri di President University, salah satu universitas elite bergengsi yang berlokasi di kawasan industri Jababeka Cikarang. Tiap tahunnya rata rata kampus ini mengucurkan dana 10 milyar untuk beasiswa mahasiswanya, dan Viona adalah salah seorang yang beruntung. Untuk mendapatkan beasiswa haruslah siswa berprestasi dengan nilai rata rata ujian akhir SMA minimal 9. Viona memperlihatkan kemampuan terbaiknya dengan hanya menorehkan satu angka 9, itupun untuk mata pelajaran agama. Mata pelajaran lainnya di lewati dengan angka 10, benar benar sangat antagonis dibanding eksterior fisiknya.


“Sorry nay udah bikin lo nunggu, gua dari kantor polisi, gua kena tilang”.
Teriakan spontannya mengalahkan jeritan cutting wheel kepunyaan Pedro, membuyarkan lamunan tanpa arahku .

“ Motor lu nabrak bokongnya mobil patroli lagi?” Tanyaku seakan tak ikut dalam durja yang baru saja menerpanya. Memang seminggu yang lalu mobil Polantas Cikarang dilaporkan mengalami penyok total dibagian bemper belakang, meninggalkan bekas ban Batlax seperti cetakan kue. Saat itu, mengetahui sedang dalam masalah besar Viona melajukan sepeda motornya menerobos lampu merah, menjauhi mobil patroli yang lebih pantas dibilang mobil korban tabrak lari. Belum sampai lima menit menikmati kecepatan 110 km/jamnya dengan percepatan fluktuatif, raungan Yamaha R1* 1000 cc terdengar bak petir menyambar dan dengan tiba tiba merampas kunci kontak Scorpio Viona. Kelincahan gadis ini dalam menjinakkan mesin ber cc 225 sudah dimulai sejak dia duduk dibangku kelas 2 SMA, waktu itu sang ayah membelikan motor batangan yang sampai sekarang menjadi bagian dari hidupnya, hadiah atas prestasi gemilangnya dalam olimpiade matematika dan fisika tingkat nasional. Menyadari tunggangannya sudah tidak bisa dilajukan lagi, dengan sigap Viona menarik tuas kopling dan menetralkan posisi persneling sehingga Scorpionya meluncur pasrah mengikuti kumis sangar sang polisi yang telah memenangkan pengejaran itu.

“Selamat sore pak, boleh liat SIM dan STNK kendaraannya?” sapaan sore khas polantas yang bagi sebagian orang dianggap sebagai awal proses transaksi hukum lalu lintas di negeri ini. Dengan tampang cuek Viona mengeluarkan dompet pinky bergambar kucing Garfield dan langsung menyerahkan surat surat kendaraan beserta SIM lusuhnya. Komplek Militer 3 Blok 12 No 6 Bekasi Barat, begitu alamat terang yang tertera. Sepatu Acerbis warna hitam selutut mempertegas penampilan Viona kalau dia bukanlah biker sembarangan. Sepasang Box GIVI ukuran 21 liter menempel kuat diburitan belakang, lengkap dengan lambang identias klub yang cukup disegani kota ini. CISCO merupakan kependekan dari Cikarang Scorpio Community, komunitas para pengendara motor touring keluaran Yamaha yang berpusat di Cikarang. Jaket kulit lengkap dengan sarung tangan Fox adalah aksesoris wajib anggota CISCO dalam berkendara, dan sore ini Viona tampak gagah dengan penampilan seperti itu. Air brush jenis bunglon menutupi tangki dan bodi samping, menimbulkan spektrum warna dan variasi pola berbeda mengikuti perspektif pandangan. Cukup lama polisi itu tertegun memandangi motor yang ada didepannya. Ketika melirik foto pada SIM Viona, Polisi langsung terbelalak setelah mengetahui pengendara yang barusan dikejarnya adalah seorang perempuan putih dengan rambut lurus sebahu, lengkap dengan sepasang lesung pipi indah menawan yang diturunkan dari sang bunda. Masih sempat sempatnya nih cewek tersenyum sewaktu berpose dalam pembuatan SIM kolektif di SMA nya dua tahun lalu. Sekilas cewek tomboy ini mirip gadis keturunan Tionghoa. Tapi Viona sempat marah sewaktu saya ledekin kalau moyangnya Tionghoa, ga tau apa alasan marahnya itu.

“Tolong helm nya dibuka buk”, polisi mulai bersikap salah tingkah sambil mematikan motornya. Helm Kyt full face dengan kaca pelindung bening yang dilapisi kaca film I’m V-Kool perlahan terbuka. Semerbak wangi rambut hitam lurus sebahu membius setiap indera penciuman. Dengan cuek dan tanpa perlawanan Viona langsung merampas kunci motornya dari tangan polantas yang dari tadi terpana menatap wajahnya.
“Bilangin tuh teman bapak yang pake Mazda, kalau mau belajar nyetir jangan di jalan raya, berhenti seenak pantatnya aja!” bentak Viona tanpa takut sedikitpun sama makhluk tinggi hitam didepannya. Didikan militer dari sang ayah yang memang seorang jendral membuatnya tak pernah gentar manghadapi siapapun.
“ Ooo dia itu emang baru kemaren disuruh bawa mobil, biasanya pake motor lantas. Gampanglah nanti bempernya biar saya laporin ke komandan kalau si Baros yang ngaco bawa mobilnya” timpal sang polisi yang mulai berpihak pada pelaku kejahatan lalu lintas.
“Makaciii om…kalau gitu aku langsung cabut ya, udah ditungguin dosen dari tadi ni” celoteh Viona sambil memasang helm dan tanpa pamit langsung menggeber scorpionya yang baru dua hari dikorek sama Pedro. 100 meter dibelakang Viona, sang polisi hanya geleng geleng kepala melihat anak hawa yang baru saja menghipnotisnya.

“Sorry deh nay…lo gua bikin nunggu lagi, tadi pas di lampu merah depan kampus gua main terobos aja, orang ga ada yang jaga ini. Eh pas dah mau belok gua dikagetin ama polantas yang udah bapak bapak, tampangnya ga bersahabat banget. Gua udah capek melas melas eh dianya langsung bawa kabur SIM gua” cerita Viona dengan wajah sedihnya, ga tau apakah ini sedih beneran atau karena timingnya yang memang lagi pas. Terus terang saya jadi mulai prihatin kalau ada teman klub yang dalam masalah seperti ini.
“Tapi motor lu ga ikut ditahan kan, yang ditahan cuma SIM lo doang kan?” tanyaku perlahan. Viona menggeleng, “motor ada tuh dibelakang lagi dimandiin Banyu” katanya. “Urusan SIM gampanglah, ntar ajudan papa yang bakal ngurusin semuanya hehehe” mendadak wajah melasnya langsung menunjukkan bentuk aslinya. Sambil ngeluarin acer 4520 kesayanganku dari tasnya, Viona langsung memberikan dan berlalu dihadapanku meninggalkan wangi Bulgari, parfum kesukaan Viona yang harganya lebih mahal dibanding ban batlax ukuran 130/70 yang terpasang di roda belakang sepeda motor saya. Sambil mendekati Pedro yang lagi asyik dengan airbrushnya, Viona teriak persis di gendang telinga Pedro.
“Dro, side box gua ganti ama yang lebih gede dong,. Masa gua masih harus nyandang nyandang tas lagi buat bawa buku buku kuliah”. Pedro yang memang sudah paham dengan karakter cewek ini menjawab dengan santai. “Ganti pake drum bekas minyak tanah aja, ada tuh sepasang dibelakang ga dipake” canda Pedro. Kontan aja saya ketawa ngakak mendengarnya, ditambah ngeliatin muka cemberut Viona.

“OK!! Lo pasangin sampe selesei ya, awas kalo ga selese, gua laporin bini lo kalau malam minggu kemaren lo boncengan ama jablay sebelah!” balas Viona sambil mengernyitkan alisnya ke gua, tanda kalau dia lagi butuh dukungan.
”Hahahahaha….bener Na, mampus mampus deh dia masangin tuh drum di motor lo” candaku diselingi tawa Viona.

Pekikan klakson hella terdengar berturut turut dari luar bengkel. Bergegas saya kedepan melihat siapa yang datang.
“Bro kita ke RS Karya Medika bentar ya, Togi anak Tiger Cikarang lagi koma, barusan tabrakan sama truk semen, dia lagi butuh tambahan darah. Mana tau dari kita ada yang cocok” teriak Bang Jopie, dia ini ketua umum CISCO dan memang punya rasa solidaritas yang tinggi terhadap para biker, tak peduli mereka dari komunitas mana.
“OK bang, gua panggil Viona dulu” jawabku buru buru. Seketika itu juga tiga buah Scorpio langsung membelah jalanan kalimalang yang memang sering menimbulkan kemalangan bagi pengendara yang tidak waspada. Tidak sampai 20 menit kami tiba diparkiran RS Karya Medika. Sambil bergegas menuju UGD Bang Jopie menceritakan kronologis kejadian kecelakaan sore itu. Togi yang memang suka memainkan tigernya di rpm 9000 keatas memang lagi naas. Padahal dia termasuk rider paling lincah dan sering ditaroh diposisi paling depan untuk acara acara touring. Dari keterangan saksi mata yang ditanya Bang Jopie, kesalahan terletak pada truk semen yang memang lagi berada di jalur kanan karena mendahului sebuah forklift. Malang bagi Togi yang datang dari arah berlawanan. Hand guard Acerbisnya tak mampu menahan berat ribuan ton truk semen yang berada didepannya, seketika itu juga tubuh kekar Togi terpental kebelakang sejauh 10 meter sebelum ditabrak lagi oleh truk semen tersebut. Sopir truk yang dalam keadaan panik langsung menginjak rem secara spontan sehingga truk baru bisa berhenti setelah ban dan aspal bergesekan sejauh 20 meter. Togi yang tersangkut di gardan truk terselamatkan oleh helm full facenya walau dengan kondisi tangan dan kaki hancur. Dengan susah payah warga yang melihat berusaha mengeluarkan tubuh Togi diantara gardan dan roda belakang. 20 menit kemudian tubuh koyaknya terangkat dan langsung dilarikan ke UGD RS Karya Medika.

Memasuki koridor UGD bulu kuduk saya serasa merinding, apakah malaikat maut memang sedang berkeliaran disini atau perasaan takut saya yang terlalu berlebihan setelah mendengar penjelasan Bang Jopie tadi. Memasuki lift menuju lantai tiga kita bertemu dengan bro Rudi, bro Jacob dan bro Felix, mereka bertiga satu klub dengan Togi, sesama penunggang macan Honda. “Bro Jopie, teman teman CISCO ada yang punya golongan darah B?” tanya bro Felix selesai menjawab panggilan masuk dari Nokia N 25 dengan logo macan. Spontan Viona langsung menjawab “Golongan darah saya B, dimana tempat test pendonornya?”. Memang dari awal sebelum gabung dengan CISCO, Viona terkenal aktif dipalang merah dan organisasi sukarela lainnya untuk ikut membantu korban bencana alam. Kejadian seperti ini otomatis langsung menggerakkan jiwa sosialnya. “Ikut saya aja mbak, test donor di sebelah kamar operasi lantai 3” jawab bro Felix. Karena golongan darah saya dan Bang Jopie sama sama A, kami tidak bisa jadi donornya, sehingga untuk sementara ini yang jadi kandidat pendonor ada dua orang, satu dari CISCO dan satu lagi dari klub tiger Cikarang sendiri. Setelah melakukan test darah, Viona dan pendonor yang satunya dinyatakan positif dan mereka langsung masuk ke ruang transfusi untuk pengambilan darah.

Ruang tunggu sudah mulai dipadati oleh biker biker dari komunitas yang berbeda, khususnya dari Cikarang. Sistem sms gateway yang saya develope bersama Viona dan Bowo, teman kerja saya setahun yang lalu, saat ini sudah terpasang di handphone masing masing humas klub, sehingga informasi secara simultan langsung tersebar ke individu. Terlihat yang hadir rekan rekan dari Cikarang Vixion Community, Kawasaki Ninja Cikarang, Pulsarian chapter Cikarang, Ceper Motor Cikarang, Cikarang Thunder Club, Cikarang Ontel Club (klub penunggang sepeda angin), dan dipojok belakang ada bro Budi, bro UU, bro Fanny dan bro Somad, mereka teman teman dari CISCO. Saya dan bang Jopie langsung ke pojok belakang untuk gabung dengan mereka. Masing masing jiwa larut dalam doa dan harapannya masing masing. Terus terang saya pribadi tidak begitu kenal dengan Togi. Saya taunya cuma ketika acara ngumpul ngumpul tiap malam minggu di Base camp. Orangnya terlihat ramah dan selalu akrab dengan semua orang, khususnya para komunitas pencinta sepeda motor. Kadang dalam situasi seperti ini saya merasa takut menjadi seorang biker. Tak kuasa rasanya apabila nyawa yang sangat berharga dan yang sangat dijaga ini melayang begitu saja. Baru malam kemaren kita tertawa lepas menyaksikan kekonyolan masing masing, tapi hari ini nasib berkata lain.....BERSAMBUNG
* Saya belum tahu merek sepeda motor lantas 1000 cc, any help?

Selasa, 10 Februari 2009

Menyantap alam di Cirata

Sesuai yang sudah disepakati dalam kopdar malam minggu kemaren, bahwa hari ini, Minggu 8 Februari 2009, CISCO mendapat jamuan istimewa dari Bro Topan yang baru kembali dari Negara Jepang (bukan kota loh, Negara bro!!!). Lokasi yang dipilih adalah Waduk Cirata. Pukul setengah delapan saya sudah hadir di Patung Kuda Jababeka. Jadwal keberangkatan sedikit tertunda karena salah seorang rekan kita (bro Suryadi) sedikit mengalami kecelakaan pagi itu.


Pukul 9 pagi perjalanan kami mulai melewati Lippo Cikarang dengan menggunakan 22 motor. Kemacetan masih menjadi penyakit klasik dinegeri ini, walau disana sini sudah ada pelebaran jalan atau penambahan fasilitas. Kemacetan yang ditemui dalam perjalanan rata rata karena angkot angkot yang ngetem sembarangan, terutama dipusat pusat keramaian seperti pasar dll. Guyuran hujan lebat tidak menyurutkan niat dan semangat kami, para Cisco Rider. Mendekati kawasan waduk, kondisi medan mulai terasa beringas dan ganas. Beberapa rekan ada yang selip ban karena masih mempertahankan "sendal jepitnya" hehehe. Mendaki perbukitan dan menuruni lembah, belokan tajam dan mematikan, lobang dan batu besar menganga menjadi tantangan tersendiri bagi kami. Kabut putih yang muncul menimbulkan jarak pandang sangat sempit sehingga jadi penghalang berkendara. Makin naik keatas, pemandangan yang tertuang semakin memukau.

lagi konsen ama siapa bro, kayaknya serius amat



hajar bro!!!

Pukul setengah 12 siang kami mendarat di Cirata, memenuhi warung makan yang memang disediakan untuk kapasitas besar . Setelah menunggu selama hampir satu jam, akhirnya yang ditunggu tunggu nongol juga. Air Kobokan yang sudah disediakan tidak sempat tersentuh karena sudah keburu mengambil nasi dan ikan bakar, maklum udah kelaparan. Lalapan pete rebus dipadu sambel dan segelas teh manis anget, korban kelaparan kami disiang itu. Pastinya dengan ikan bakar yang sangat maknyuss itu.


Kira kira pukul setengah dua siang kami bertolak dari warung ikan bakar yang membuat saya berjanji dalam hati untuk akan kembali lagi suatu saat nanti. Pulangnya kita mengelilingi waduk Cirata, mengkonsumsi hidangan alam yang dihadirkan sang pencipta. Gerimis hujan membuat udara benar benar terasa segar dan alami. Sampai di jembatan waduk, pandangan alam yang terpampang dihadapan mata menjadi wallpaper dalam salah satu file di memori ingatan saya, dibungkus dengan folder: Menyantap alam di Cirata. Suatu saat akan saya buka lagi...




Sebenarnya pemandangan dibelakang kami sangat sangat indah, tapi kehalangan sama objek yang lagi berpoto




dwi...lagi ngapain bro




Walaupun biker tetap metal bro!!





bro...kamera disitu tuh..liatin apaan



Bro ucok, photographer dan kameramen kita. Tetap semangat ya bro, walau harus jatuh bangun dipinggir waduk hehehe


Walaupun perjalanan pulang terasa melelahkan, tapi semangat kebersamaan memompa energi baru sehingga kami bisa sampai dirumah dengan selamat sentosa, kembali bisa bermain dengan anak istri tercinta, bagi yang punya. Sukses buat bro Topan yang sudah banyak dapat ilmu dari kota eh salah..maksudnya dari negara Jepang.

Wisata kuliner berikutnya kemana bro???

************************************************

Beberapa video amatir kita yang ditangkap oleh bro Ucok


Kamis, 05 Februari 2009

XPDC ini...demi sebuah KARYA

Jumat, 23 Januari 2009

Tidak ada tanda kegembiraan di sore ini yang mengisyaratkan kalau tiga hari kedepan akan menjadi perjalanan panjang bagi saya, bersama seorang sahabat bernama Joko, untuk menyelusuri alam dan kehidupan di daerah Lampung. Sore ini hadir dengan beberapa raut kesibukan, berkeping keping error dan bugs, bayangan dead line yang makin mendekat, dan ultimatum terakhir yang terngiang dari sang pemegang IT disini, The cool He, is my boz.

“Kalau kamu emang butuh hari tambahan untuk ngerjain ini, besok ama minggu kamu masuk Gen”

“Wah jangan deh pak, masalahnya saya ada rencana yang sudah disusun jauh hari sebelumnya. Saya bisa pastikan program ini akan berjalan dengan baik nantinya!”

“Mau kemana kamu emangnya?”

“Keluar pulau pak, Sumatera”

“Ya sudah, kamu atur aja”

[CLOSED]

Jam 5 sore saya langsung bergegas pulang untuk mempersiapkan bekal yang akan dibawa. Selesai mengikuti kuliah Kalkulus 2 sampai jam setengah 9 malam, saya langsung berangkat menuju kosan Joko. Setelah sholat isya dan sedikit melakukan koordinasi, pukul 9 malam tepat perjalanan kami mulai menuju terminal Cikarang. Sampai di terminal ternyata semua bis sudah off. Hanya terlihat beberapa kernet yang sedang memandikan bis. Pilihan selanjutnya adalah naik dari terminal Bekasi Barat. Memang untung tak dapat disikat, malah malang yang datang. Sebelum memasuki terminal Bekasi Barat Pak Sopir mengatakan kalau bis yang ke Merak sudah habis. Paling besok pagi. Akhirnya kami memutuskan untuk menyambung perjalanan menuju terminal Kampung Rambutan. Setibanya di terminal yang sering diberitakan dalam acara Buser atau program berita kriminal itu, kami langsung mencari bis yang dimaksud.

“Bis yang menuju merak sudah habis pak, paling nanti jam 3 pagi”

Jam tiga!!!! Sedangkan sekarang masih jam 12…oooo ini benar benar petualangan.

“Coba ke Jalan Baru aja pak, mudah mudahan masih ada bis yang ngetem.”

Mendengar saran tersebut, serta merta kami langsung berangkat ke lokasi menggunakan angkutan kota dengan ongkos 1000 perak. Selang 10 menit kemudian…

“Itu pak bisnya yang lagi jalan”


Setelah membayar ongkos kami langsung berlari secepat mungkin mengejar bis terakhir tersebut, mirip copet yang lagi dikejar massa. Tapi kami bukan copet cui, enak aja lu mikir kami copet, kami ini garong!!!!

Dan memang nasib mujur belum berpihak, dua orang petualang menemukan dirinya dalam ketidak berdayaan. Bisnya sudah pergi, hilang tertelan kelam malam. Pertanyaan saat ini, mau diistirahatkan dimana raga ini? Sedikit terlintas perasaan empati pada mereka yang berstatus homeless. Mana atap atap kokoh yang melindungi kalian dari terpaan hujan dan sengatan matahari? Mana lantai lantai yang bisa memberikan kalian tempat untuk tidur, hanya untuk tidur, sedangkan bumi disini sudah tidak ada yang kosong dan tersisa. Menyadari kami tidak mungkin berangkat malam ini, saya ulangi, kami tidak mungkin berangkat malam ini, dan kami harus mencari tempat untuk beristirahat. Senyuman penjaga warung kopi dan buah buahan tidak berhasil meluluhkan hati kami untuk singgah dan mengkonsumsi dagangan mereka.

“ Kita nginap dimana Da?

“ Jalan dulu aja mas Joko, mana tau didepan ada emperan kosong yang bisa untuk istirahaht barang sesaat.”

Langkah kami hentikan ketika menemukan warung kopi yang sudah ditinggal tidur penghuninya. Dua buah kursi sepanjang 3 meter dengan lebar 1 jengkal, seakan seonggok harapan kami untuk bisa memejamkan mata. Untuk beberapa saat saya bisa terlelap bersama seekor nyamuk dan beberapa temannya. Pukul 3 pagi, setelah menyicipi bubur kacang ijo (panglaris mang!!), kami berangkat menuju Merak. Ah bodoh sekali aku tidak bawa jaket. Hawa dingin yang keluar dari AC sampai menusuk tulang. **Ini tulangku…mana tulang mu!!!
----------------------------

Lagi (di) M(b)erak

Pukul 7 pagi kami sampai di pelabuhan Merak. Baru kali ini saya sholat shubuh jam 7 pagi. Bis itu tidak berhenti sebelum fajar pagi tadi menyingsing. Ampunilah mereka…dan kami


Diatas kapal kami mencari tempat duduk di sudut anjungan, supaya bisa bebas menikmati laut dan pulau pulau kecil yang kemungkinan besar tidak ditemukan dalam atlas dan peta. Memang kebanyakan pulau pulau ini hanya berupa delta yang tercipta dimusim kemarau, dan akan musnah dimusim hujan jika air laut naik. Panas mentari menerpa kulit, memberikan ultra violet yang sudah lama tidak dikonsumsi. Berlayar makin ketengah, permukaan laut terlihat semakin gelap, mungkin dasar laut semakin menajam sehingga pantulan matahari tidak sampai kedasar. Saya bernyanyi menghibur laut, membuat ikan ikan berdansa riang gembira, sendiri …

Teruntuk mu hatiku
Ingin ku bersuara
Merangkai semua tanya
Imaji yang terlintas…..

Dalam durasi 2,5 jam kami mengapung dan berlayar melintasi selat penghubung pulau Jawa dan Sumatera , dan kami sampai di Rajabasa, propinsi Lampung. Belum sempat turun menuju bis berikutnya, ratusan agen dan kenek sudah mulai berdatangan, tarik sana tarik sini. Beberapa ada yang melambaikan tangan, bukan sok akrab atau ramah. Mereka harus bisa bersaing dengan agen lain mendapatkan penumpang sebanyak mungkin demi sesuap nasi, atau sebungkus rokok. Ironis. Saya hanya menanggapi dengan tenang tawaran mereka, cukup mengangkat tangan kanan sejajar dada sambil mengucap “Maaf pak”, selesai.

Perjalanan dari Rajabasa menuju kediaman Joko (Bandar lampung) melewati Kalianda terasa lebih lama, sangat lama. Sopir bis serasa tidak sepenuh hati melajukan kendaraan. Kondisi jalan yang rusak dan berbatu membangunkan lelah tidur siang saya ketika kepala saya terbentur pada sisi jendela bis. Dug!!! Udara yang berputar masih menghembuskan uap lembab dan panas, bercampur asap rokok yang berkeliaran dilangit langit bis. Tapi hijau perkebunan jagung yang membentang di kiri kanan seakan menghembuskan hawa sejuk, menetralkan suasana sumpek dalam bis. Tepat pukul dua siang waktu setempat, kami sampai di Bandar Lampung.


Sampai di kediaman Joko, adiknya Rico , langsung berteriak dan dengan sumringah memeluk kakak nya yang datang. Jadi teringat masa kecil dulu, sewaktu masih SD dan SMP, pasti sangat senang jika kakak pulang ketika mereka libur kuliah atau cuti bekerja. Masa kecil ku didesa. Segelas sirup dingin menyegarkan tenggorokan yang dari tadi kering merontang, mengganti cairan tubuh yang sudah terbuang bersama uap panas yang keluar melalui pori pori kulit. Lelah perjalanan membuat saya istirahat total, terlelap dari sore sampai pagi. Terbangun hanya untuk sholat dan makan.
-------------------------------------------------***

Pagi yang menawan di hari Minggu, 25 Januari 2009, sehari sebelum tahun baru imlek. Sang mentari pagi dengan gagah berani muncul dari ufuk timur, menuangkan sinarnya untuk kehidupan dimuka bumi, khususnya Lampung. Hari ini cerah, secerah hati sang petualang. Selesai sarapan kami langsung berangkat mengunjungi tempat tempat yang sudah menjadi target. Tidak sia sia istirahat total kemaren, energi tubuh benar benar kembali segar. Mengunakan VEGA-R dengan kondisi jok dibabat tipis, tanpa menyisakan ruang empuk untuk duduk, kami mulai perjalanan ini dari Tanjung karang. Semakin kedalam nuansa hutan dan perkebunan terasa makin kental, walau juga banyak terlihat pabrik pabrik yang berdiri dengan congkak.



Tanaman yang paling banyak ditemukan diantaranya jagung dan karet. Mungkin jagung bakar yang sering saya makan setiap sore didaerah Cikarang berasal dari sini. Jajaran pepohonan karet berbaris rapi, tak satupun yang terlihat keluar dari jalurnya. Kadang terlihat beberapa petani yang sedang mengupas kulit karet untuk diambil getahnya.


Bukan angkutan umum

Kendaraan yang melewati daerah Lampung Timur ini relatif sedikit. Paling beberapa tukang ojek yang mencari penumpang, atau beberapa bis ukuran ¾ yang menuju Lampung Selatan atau Bandar Lampung. Melewati jalanan yang menanjak dan menurun, saya disuguhi hidangan alam yang benar benar alami. Pabrik pabrik sudah tidak terlihat lagi.



Kira kira jam setengah 11 pagi menjelang siang kami sampai di Bogong Raharjo, Lampung Timur. Disini kami menemui saudara Joko yang sudah lama tinggal disini. Memasuki pekarangan rumahnya yang hijau dan alami, terlihat banyak sekali bibit karet yang siap untuk dipasarkan. Selain itu juga ada bunga bunga yang diokulasi, menggabungkan warna daun yang satu dengan daun yang lain sehingga membentuk kombinasi warna yang serasi. Jadi teringat pekarangan rumah saya di desa, dulu orang tua juga senang merias tanaman seperti ini. Tapi setelah kami semua merantau sehingga tidak ada lagi yang merawat, bunga bunga itu dititip dirumah saudara. Mas Tono dulunya juga tinggal dan bekerja di Jakarta, tapi semenjak menikah dah memiliki anak 4 tahun lalu, dia memilih untuk hidup didesa.


“Di desa kita nggak haru repot untuk mencari sayuran dan rempah rempah untuk dimakan, semuanya tersedia. Disamping itu orang desanya biasanya lebih sehat karena air dan udara bersih sangat banyak.”


Sambil menikmati rambutan dan duku beserta segelas teh manis, Mas Tono bercerita panjang lebar tentang profesinya. Mulai dari pembuatan bibit sampai pada proses pemasaran yang tentunya tidak mudah. Beberapa kali dia pernah mengajukan pinjaman pada dinas pertanian setempat, tapi tidak pernah ditanggapi.

Pukul 12 siang kami dipersilahkan makan. Benar benar nikmat dan lahap ketika kita makan ditemani nyanyian burung dan suara binatang siang. Topik berikutnya, saya mulai menyinggung tentang begal yang sudah melegenda disana. Tentang aksi aksi serupa yang terjadi dan tak kenal waktu, siang atau malam. Karena Mas Tono sudah cukup lama tinggal disana, cerita cerita kriminal seperti itu ternyata bukan hal yang luar biasa lagi.

“Di dekat sini ada satu kampung yang profesi penduduknya tukang begal semua. Mereka tidak segan segan melukai bahkan membunuh korban. Kalau ada yang kehilangan sepeda motor dan ternyata sudah masuk ke kampung tersebut, bisa dijamin motor itu tidak bisa kembali. Bahkan aparat desanya pun melindungi aktifitas warganya itu.”

Ternyata profesi begal yang diturunkan secara turun temurun dalam sebuah desa, memang benar adanya. Bahkan bagi mereka, ada kebanggaan tersendiri jika berhasil masuk dan beraksi di daerah/pulau lain. Kenyataan ini sedikit mengingatkan saya pada film “Texas Chainsaw” yang pernah saya tonton beberapa tahun lalu. Mugkin pada ekspedisi berikutnya, saya akan mengunjungi desa tersebut.

Setelah dirasa informasi yang dibutuhkan sudah saya dapatkan, kira kira jam 2 siang kami pamit untuk pulang ke rumah Joko. Sampai dirumah pukul setengah 3 sore. Setelah istirahat siang selama satu jam, sorenya Joko ngajakin saya kesalah satu tempat wisata yang cukup terkenal disini, Kali Akar.

Kali Akar mirip dengan salah satu tempat wisata di kampung saya, Ngalau Indah. Sama sama didaerah perbukitan, dan juga menjadi tempat nongkrong pasangan cinta yang “tidak sehat”. Kali Akar juga terkenal sebagai tempat yang aman untuk selingkuh. Ga percaya…coba aja selingkuh disini. Kedatangan kami disini disambut dengan kemeriahan pesta durian yang baru saja akan dimulai.

Segera saya sambar microphone yang lagi nganggur dan dengan lantang saya menyanyikan lagu lagu favorite, diantaranya dari Repbvlik, Mr. Slow Hand (Eric Clipton) dan dari alm. Chryse yang dipopulerkan kembali oleh Peterpan.


Pukul setengah 6 sore kami kembali pulang. Malamnya saya nonton Transporter, keren juga. saya suka action sang pemain utama.

Pagi senin sebelum jam 9 pagi, saya menyelesaikan bab terakhir biografi salah seorang tokoh favorite saya.

Setelah berpamitan dengan orang tua dan kerabat Joko, kami berangkat menuju pelabuhan Rajabasa untuk menyeberangi Selat Sunda. Dalam perjalanan saya sempat merenung dan hampir menitikkan air mata ketika melihat Ibu Joko menyalami anak tertuanya itu

"Saya titip Joko ya Mas" sambil mata beliau berkaca kaca. Jadi ingat orang tua sendiri....hikss...
Perjalanan pulang kami berjalan dengan lancar, dan Alhamdulillah Senin sorenya, kami kembali sampai di Cikarang dengan selamat, tak kurang satu apapun.

Ucapan terima kasih banyak saya ucapkan khususnya kepada Joko dan keluarganya di Lampung. Saya benar benar menjadi tamu disana...terima kasih banyak...Jaza kumullohu khoiro